
Seorang muslim yang berkurban karena Allah sesungguhnya ia ikut serta bersama jamaah haji dalam beberapa amalan, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan berkurban, dengan itu ia ikut serta dengannya beberapa ciri ihram, seperti menahan diri dari memotong rambut dan kuku.
Tetapi orang yang berkurban itu terkadang memotong sebagian rambut dan kukunya, baik karena lupa atau sengaja, atau ia mungkin berniat untuk berkurban setelah dimulainya 10 hari atau satu atau dua hari sebelum berakhirnya, dan ia telah memotong sebagian darinya rambut dan kukunya, lalu apa yang harus dia lakukan?:
Jika orang yang berkurban tidak berniat berkurban sampai setelah 10 hari, dia telah memotong sebagian rambutnya, maka tidak ada salahnya dia berkurban dan dia tidak berdosa dengan memotong kuku dan rambutnya karena sebelum dia niat.
Hukum larangan menjaga rambut, kuku, dan kulit orang yang berkurban tidak berlaku bagi seluruh anggota rumah tangga yang kurban untuk mereka, karena hukum ini khusus bagi orang yang melakukan kurban, dan tidak berlaku bagi mereka. Karena Nabi biasa berkurban untuk keluarganya, tidak ada riwayat bahwa beliau memerintahkan mereka untuk tidak melakukan hal tersebut.
Jika seseorang ingin memotong rambut, kuku, atau kulitnya, dia melakukannya pada saat ingin berkurban, maka tidak ada salah baginya, seperti:
A- Ada luka dan perlu dipotong rambutnya.
B- Atau kukunya patah dan melukainya, maka dia memotong apa yang menyakitinya.
C- Atau keropeng yang tergantung di kulitnya menyakitinya, maka dia memotongnya.
Siapa yang memotong kuku atau rambutnya tanpa diperlukan, maka menurut mayoritas ulama dia telah melakukan sesuatu yang makruh, seperti yang dikatakan An-Nawawi dalam Al-Majmu': Mazhab kami adalah memotong rambut dan kuku selama 10 hari bagi orang yang ingin berkurban adalah makruh, makruh tanzih sampai dia selesai berkurban, Malik dan Abu Hanifah berkata: Itu tidak makruh, Sa’id, Ibnu al-Musayyab, Rabi`ah , Ahmad, Ishaq, dan Daud berkata diharamkan, dan Malik mengatakan itu makruh.
Siapa yang melakukan hal itu dengan sengaja atau karena lupa, maka tidak ada dosa baginya, sebagaimana hal itu tidak mempengaruhi keabsahan kurbannya, maka ia wajib memohon ampun kepada Allah Ta’ala, dan tidak ada fidyah atas hal itu, menurut ijma’, baik yang ia lakukan itu sengaja atau karena kelupaan.
Selengkapnya:
مجموع الفتاوى لابن عثيمين (25-150 : 161)..
المجموع شرح المهذب (8/ 392).
المغني لابن قدامة (9/ 437)
Bagikan artikel ini kepada orang yang kamu cintai dan bimbing mereka kepada kebaikan; individu, keluarga dan masyarakat.
“Orang yang menunjukan kepada kebaikan sama seperti orang yang mengamalkan kebaikan tersebut tanpa dikurangi sedikitpun pahala orang yang mengamalkannya.” (Hadits Sahih)