Wahai engkau yang sedang dipikul beban kehidupan, dikepung kegundahan, dan merasakan sesak di dada… bergembiralah! Tuhan yang mengujimu jauh lebih sayang kepadamu daripada dirimu sendiri. Dia telah menjadikan untukmu kunci-kunci kelapangan; bila engkau menggenggamnya dengan tulus dan penuh keyakinan, engkau akan melihat keajaiban perubahan keadaanmu. Kunci-kunci itu tak jauh—ia ada di tanganmu, di hatimu, dan di lisanmu.
Mari kita lanjutkan artikel sebelumnya dan merenungi pintu-pintu agung yang diajarkan kepada kita oleh Nabi kita Muhammad ﷺ. Pintu-pintu ini bukan sekadar solusi, tetapi ibadah yang mendekatkanmu kepada Allah, dan di dalamnya terdapat kesembuhan serta jalan keluar.
🌿 Berselawat kepada Nabi ﷺ termasuk sebab terbesar datangnya kelapangan
Pernahkah engkau merasa bahwa beban hidupmu terlalu berat untuk ditanggung sendiri? Bahwa permohonan-permohonanmu begitu banyak dan beragam?
Sesungguhnya selawat kepada Nabi Muhammad ﷺ termasuk sebab terbesar datangnya kelapangan, hilangnya kesedihan, dan terkikisnya kegelisahan. Ia adalah pintu kelapangan dan kunci rahmat. Dengannya, dada menjadi lapang, dosa-dosa terhapus, dan keberkahan turun.
Allah Ta’ala berfirman:
﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” Surah al-Ahzāb: 56.
Selawat kepada beliau ﷺ adalah wasiat Tuhan semesta alam kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Siapa yang menjadikannya wirid, Allah akan hilangkan darinya kesempitan dan menggantinya dengan kegembiraan serta ketenteraman.
Perhatikan hadits menakjubkan ini.
Hadits Ubay bin Ka‘b
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُكْثِرُ الصَّلَاةَ عَلَيْكَ فَكَمْ أَجْعَلُ لَكَ مِنْ صَلَاتِي؟ فَقَالَ: «مَا شِئْتَ». قَالَ: قُلْتُ: الرُّبُعَ، قَالَ: «مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ»، قُلْتُ: النِّصْفَ، قَالَ: «مَا شِئْتَ، فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ»، قَالَ: قُلْتُ: فَالثُّلُثَيْنِ، قَالَ: «مَا شِئْتَ، فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ»، قُلْتُ: أَجْعَلُ لَكَ صَلَاتِي كُلَّهَا قَالَ: «إِذًا تُكْفَى هَمَّكَ، وَيُغْفَرُ لَكَ ذَنْبُكَ».
“Ubay bin Ka‘b radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku banyak berselawat kepadamu. Berapa bagian dari doaku yang harus aku jadikan untuk berselawat kepadamu?’ Beliau menjawab, ‘Terserah engkau.’ Aku bertanya, ‘Seperempat?’ Beliau bersabda, ‘Terserah engkau, dan bila engkau menambah maka itu lebih baik bagimu.’ Aku berkata, ‘Setengah?’ Beliau bersabda, ‘Terserah engkau, dan bila engkau menambah maka itu lebih baik bagimu.’ Aku berkata, ‘Dua pertiga?’ Beliau menjawab, ‘Terserah engkau, dan bila engkau menambah maka itu lebih baik bagimu.’ Aku berkata, ‘Kalau begitu, aku jadikan seluruh doaku untuk berselawat kepadamu.’ Beliau bersabda, ‘Kalau begitu, kebutuhanmu akan dicukupi dan dosamu akan diampuni.’” (Hasan) Sunan at-Tirmiżī no. 2457.
Perhatikan kalimat emas itu: “إِذًا تُكْفَى هَمَّكَ” — “Maka kebutuhanmu akan dicukupi.”
Semua hajat dan kegelisahanmu—baik urusan dunia seperti rezeki, sakit, utang, masalah hubungan; maupun urusan akhirat seperti ketakutan pada hisab dan kurangnya amal—Allah akan cukupkan. Mengapa? Karena setiap satu selawatmu, Allah membalas dengan sepuluh selawat untukmu. Dan siapa yang Allah berselawat kepadanya, bagaimana mungkin hatinya tetap sesak?
Ulama menjelaskan:
“Sesungguhnya aku memiliki waktu khusus untuk berdoa. Berapa bagian waktu itu yang sebaiknya aku isi dengan berselawat kepadamu?” Nabi ﷺ tidak menentukan batas agar pintu tambahan pahala tetap terbuka. (Diringkas dari ad-Durr al-Manḍūd karya Ibn Ḥajar al-Haitamī, hlm. 165–166)
Disebutkan pula:
“Karena selawat mengandung zikir kepada Allah, pengagungan kepada Rasul ﷺ, mendahulukan haknya atas hak diri sendiri, dan sifat-sifat agung lainnya.” (al-Muyassar, 1/258)
Maka jadikan selawat sebagai wirid harian. Saksikan bagaimana dadamu yang sempit berubah lapang, dan keresahanmu berganti dengan ketenteraman.
Siapa yang ingin kelapangan dan hilangnya kesedihan, perbanyaklah selawat kepada penghulu manusia ﷺ.
🌿 Menjaga shalat adalah sebab besar datangnya kelapangan
Menjaga shalat termasuk sarana terbesar datangnya jalan keluar dan terkabulnya hajat.
Allah Ta’ala berfirman:
﴿وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ﴾
“Mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya shalat itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” Surah al-Baqarah: 45.
Para ulama menjelaskan bahwa Allah memerintahkan hamba untuk menjadikan shalat sebagai tempat berlari saat kesusahan dan sebagai penolong dalam semua urusan dunia dan akhirat. (Ta‘ẓīm Qadr aṣ-Ṣalāh karya Ibn Naṣr al-Marwazī, 1/218)
Demikian pula Nabi Muhammad ﷺ, bila beliau dilanda kesulitan, beliau segera berdiri untuk shalat.
Hadits Hudzaifah
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: «كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ، صَلَّى»
“Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Apabila Nabi ﷺ ditimpa kesulitan, beliau langsung shalat.’” (Hasan) Sunan Abī Dāwud no. 1319.
Para ulama berkata: itu karena shalat adalah tempat bergantungnya hati, sumber ketenangan, dan pelaksanaan perintah Allah dalam ayat: “Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (Mirqāt al-Mafātīḥ, 3/990)
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata:
«لَقَد رَأَيْنَا لَيْلَة بَدْر وَمَا فِينَا إِلَّا نَائِم غَيْر رَسُول اللَّه ﷺ يُصَلِّي وَيَدْعُو حَتَّى أَصْبَح»
“Sungguh kami pernah menyaksikan pada malam Badar, tidak seorang pun di antara kami kecuali tertidur, sementara Rasulullah ﷺ terus shalat dan berdoa hingga tiba waktu Subuh.” (Ta‘ẓīm Qadr aṣ-Ṣalāh, hlm. 213)
🌻 Pengaruh Doa dalam Menghilangkan Kesedihan dan Kesempitan
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Doa adalah salah satu obat yang paling bermanfaat. Ia adalah musuh bagi bala; mencegahnya, mengobatinya, menolak kedatangannya, mengangkatnya, atau meringankannya apabila sudah turun. Doa adalah senjata seorang mukmin.” (ad-Dā’ wa ad-Dawā’, hlm. 10)
🌿 Keyakinan Orang-Orang Saleh bahwa Allah Mencukupkan Hamba-Nya dalam Menghilangkan Kesesakan dan Kesulitan
Dari Abdullah bin az-Zubair, ia berkata:
Ketika az-Zubair berdiri pada hari Perang Jamal, ia memanggilku. Aku pun berdiri di sampingnya. Ia berkata, “Wahai anakku, hari ini tidak ada yang terbunuh kecuali orang zalim atau orang yang dizalimi. Dan aku melihat diriku hari ini akan terbunuh dalam keadaan terzalimi. Di antara perkara yang paling aku khawatirkan adalah hutangku. Apakah menurutmu harta kita dapat menutupi hutang itu?”
Ia melanjutkan, “Wahai anakku, juallah harta kita dan lunasilah hutangku.” Lalu ia berwasiat agar sepertiga hartanya disedekahkan, dan sepertiga dari sepertiga itu diberikan kepada anak-anaknya.
Hisyam berkata: Sebagian anak Abdullah saat itu seumuran dengan sebagian anak-anak az-Zubair, yaitu Khubaib dan ‘Abbād. Abdullah bin az-Zubair saat itu memiliki sembilan anak laki-laki dan sembilan anak perempuan.
Abdullah berkata: “Beliau terus mewasiatkanku untuk melunasi hutangnya dan berkata: ‘Wahai anakku, bila engkau kesulitan melunasinya, mintalah pertolongan kepada Maulaku.’”
Abdullah berkata: “Demi Allah, aku tidak tahu maksudnya. Maka aku bertanya: ‘Wahai Ayahku, siapa Maulamu?’ Ia berkata: ‘Allah.’ Maka demi Allah, tidaklah aku menghadapi kesulitan sedikit pun dalam melunasi hutangnya melainkan aku berdoa: ‘Wahai Maula az-Zubair, lunasilah hutangnya,’ maka Allah pun memudahkannya.”
Az-Zubair radhiyallahu ‘anhu terbunuh, dan ia tidak meninggalkan dinar maupun dirham. Yang ia tinggalkan hanyalah tanah, di antaranya tanah Al-Ghābah, sebelas rumah di Madinah, dua rumah di Bashrah, satu rumah di Kufah, dan satu rumah di Mesir.
Adapun sebab besarnya hutang beliau adalah bahwa seseorang datang menitipkan harta kepadanya. Maka az-Zubair berkata, “Tidak, tapi aku jadikan itu sebagai pinjaman, karena aku takut akan hilang.” Beliau tidak pernah memegang jabatan pemerintahan atau memungut pajak, kecuali bila ikut berperang bersama Nabi ﷺ atau bersama Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu ‘anhum.
Abdullah berkata: “Aku menghitung hutang ayahku dan mendapatkannya sebesar 2.200.000.”
Hakim bin Hizam menemui Abdullah bin az-Zubair dan berkata, “Wahai anak saudaraku, berapa hutang saudara kita?” Abdullah menyembunyikannya, lalu berkata, “Seratus ribu.” Hakim berkata, “Demi Allah, menurutku harta kalian tidak cukup menutupi itu.” Maka Abdullah berkata, “Bagaimana jika hutangnya 2.200.000?” Hakim berkata, “Aku kira kalian tidak mampu membayarnya. Bila kalian kesulitan, mintalah bantuanku.”
Az-Zubair membeli tanah Al-Ghābah seharga 170.000. Lalu Abdullah menjualnya seharga 1.600.000.
Setelah itu ia berkata, “Barang siapa memiliki hak atas az-Zubair, datanglah kepada kami di Al-Ghābah.” Lalu datang Abdullah bin Ja’far, yang memiliki piutang 400.000 atas az-Zubair. Ia berkata kepada Abdullah, “Jika kalian mau, aku tinggalkan saja hutang ini.” Abdullah berkata, “Tidak.” Ia berkata, “Kalau begitu, jadikan sebagai cicilan yang kalian tunda.” Abdullah berkata, “Tidak.” Ia berkata, “Kalau begitu, berikan aku sebidang tanah.” Abdullah berkata, “Dari sini sampai sini milikmu.”
Maka Abdullah menjual bagian demi bagian hingga melunasi semua hutang ayahnya. Tersisa empat setengah saham. Ia menghadap Mu’awiyah, yang saat itu bersama Amr bin Utsman, al-Mundzir bin az-Zubair, dan Ibn Zama’ah. Mu’awiyah bertanya, “Berapa nilai tiap saham Al-Ghābah?” Abdullah menjawab, “Seratus ribu.” Mu’awiyah bertanya, “Berapa sisanya?” Ia menjawab, “Empat setengah saham.” Maka masing-masing dari ketiga orang di sana membeli satu saham seharga seratus ribu. Dan Mu’awiyah berkata, “Sisa satu setengah saham, aku membelinya seharga 150.000.”
Lalu Abdullah bin Ja’far menjual bagiannya kepada Mu’awiyah seharga 600.000.
Setelah Abdullah selesai melunasi hutang ayahnya, anak-anak az-Zubair berkata, “Bagilah warisan kami.” Abdullah menjawab, “Tidak demi Allah, aku tidak akan membaginya sampai aku menyeru di musim haji selama empat tahun penuh: ‘Barang siapa memiliki hutang atas az-Zubair, datanglah kepada kami dan akan kami lunasi.’”
Setelah empat tahun menyeru, barulah ia membagikan warisan. Az-Zubair memiliki empat istri. Ketika sepertiga harta dikeluarkan, setiap istri mendapat 1.200.000. Seluruh hartanya berjumlah 50.200.000. (Shahih al-Bukhari, no. 3129)
📘 Beberapa Faedah tentang Menghilangkan Kesesakan
-
Pertolongan terbesar datang dari Allah, Dia-lah yang menyelamatkan setiap hamba yang berdoa dan berharap kepada-Nya, di dunia dan di akhirat.
-
Nabi ﷺ mengajarkan doa-doa yang ketika dibaca oleh orang yang sedang susah, Allah akan melepaskan kesulitannya.
-
Menghilangkan kesulitan hamba menjadi sebab hilangnya kesulitan di Hari Kiamat.
-
Iman, ketaatan, berbakti kepada orang tua, berbuat baik, dan menjauhi maksiat adalah sebab terbesar terkabulnya doa dan hilangnya kesusahan.
-
Doa dan zikir dengan adab yang benar adalah kunci penting untuk membuka jalan keluar dari segala kesempitan.
-
Menghilangkan kesulitan orang lain mendatangkan kedekatan dengan Allah dan cinta dari manusia.
-
Ini tanda seseorang mencintai kebaikan untuk saudaranya.
(Nadhrah an-Na’īm, 4/1064 – dengan sedikit penyesuaian)
🤲 Doa Penutup
"Ya Allah, lapangkanlah kesedihan orang-orang yang sedang bersedih dari kalangan kaum muslimin. Ringankanlah beban mereka yang sedang dalam kesempitan. Sembuhkanlah orang-orang sakit dari kalangan kami dan dari kaum muslimin, dan rahmatilah mereka yang telah wafat."
أسأل الله العظيم، رب العرش العظيم، أن يفرج همك وكربك، وأن يجعل لك من كل ضيق مخرجاً.
“Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Rabb Arsy yang agung, agar Ia mengangkat kesedihanmu, memudahkan urusanmu, dan menjadikan setiap kesempitan bagimu sebagai jalan keluar.”
📢 Bagikan artikel ini kepada orang-orang yang kau cintai.
Siapa tahu, menjadi sebab hilangnya beban seorang muslim—dan menjadi tambahan pahala untukmu.
💬Punya pengalaman tentang bagaimana Allah memudahkan kesulitanmu?
Cerita kecilmu mungkin jadi penyembuh bagi hati yang sedang patah.
«سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ».
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.
Allahumma salli wa sallim wa barik ‘ala Muhammad, wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma'in.
#AlMosalySahabatIbadahMu
“Siapa yang menunjukkan kepada kebaikan maka ia mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya tanpa dikurangi pahala orang yang mengamalkannya." (HR. Muslim)








share facebook
share whatsApp
share twitter
share telegram
copy