Artikel Almosaly >> Keimanan

Doa Nabi untuk mengobati kekhawatiran dan kesedihan

Doa Nabi untuk mengobati kekhawatiran dan kesedihan
2024/04/03
1.437

Orang-orang berakal berupaya menghilangkan kegelisahan dan kesusahan dalam jiwanya melalui makan dan minum, perdagangan dan mencari nafkah, perkawinan, mendengarkan nyanyian dan suara-suara musik, namun semua jalan itu tidak menuju ke arah yang diinginkan kecuali dengan kembali kepada Allah semata, dan mengutamakan keridhaan-Nya di atas segalanya.

Abdullah bin Mas’ud berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda Tidak ada seorang pun yang pernah dilanda kekhawatiran atau kesedihan, kemudian dia berdoa: 

اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِـيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِـيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِي، وَنُوْرَ صَدْرِي، وَجَلاَءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي

“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu, ubun-ubunku (nasib-ku) ada di tangan-Mu, telah lalu hukum-Mu atasku, adil ketetapan-Mu atasku, aku mohon kepada-Mu dengan perantara semua nama milik-Mu yang Engkau namakan sendiri, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau ajarkan kepada seseorang dari hamba-Mu, atau Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib disisi-Mu. Jadikanlah Al Qur’an sebagai penawar hatiku, cahaya dalam dadaku, penghapus dukaku dan pengusir keluh kesahku“

melainkan Allah menghilangkan kekhawatiran dan kesedihannya, dan menggantinya dengan kegembiraan.” dia berkata: Ditanyakan: Wahai Rasulullah, apakah kami boleh mengajarkannya? Beliau bersabda: “Ya, siapapun yang mendengarnya hendaknya mengajarkannya.”

(HR. Ahmad 3712, dishahihkan oleh Al-Albani)

Ini adalah kata-kata yang baik yang harus dipelajari oleh seorang Muslim, dan antusias mengucapkannya ketika dia ditimpa kesedihan, kekhawatiran, atau gundah. Dia juga harus tahu bahwa kata-kata ini hanya akan bermanfaat baginya jika dia memahami maknanya dan mengamalkan sesuai dengan petunjuk kata-kata tersebut.

Sesuatu yang tidak disukai yang masuk ke dalam hati, jika berasal dari perkara masa lalu, menimbulkan kesedihan, jika berasal dari perkara yang akan datang, menimbulkan kekhawatiran, jika berasal dari perkara sekarang, menimbulkan gundah. [Al-Fawa'id, oleh Ibnu al-Qayyim, hal. 38]

“Aku adalah hambaMu, anak dari hambaMu,” 

ini mengacu pada orang-orang yang berada di atasnya, mulai dari ayah dan ibu hingga orang tuanya, Adam dan Hawa, dan di dalamnya adalah sanjungan kepadaNya, mencari perlindungan di tanganNya, pengakuan bahwa dia adalah budaknya dan ayahnya adalah budaknya, bahwa seorang budak tidak mempunyai apa-apa selain pintu tuannya, rahmatnya, kemurahan hatinya, dan bahwa tuannya jika dia mengabaikannya, dia meninggalkannya dan binasa, tidak ada yang melindunginya atau bersimpati padanya. Sebaliknya, kekayaan terbesarnya hilang.

Ucapan beliau: “Aku adalah hambaMu, anak dari hambaMu, anak dari hamba perempuanMu,” merupakan sebuah ungkapan kerendahan hati dan ketundukan, dan pengakuan kehambaan.

Kemudian dia berkata: “ubun-ubunku (nasibku) berada di tanganMu.” ubun-ubun hamba, yaitu bagian depan kepalanya, ada di tangan Allah. Dia mengaturnya sesuai keinginanNya dan memutuskan sesuai keinginanNya. Tidak ada seseorang yang menindak lanjuti keputusanNya atau menentang ketetapanNya. Nyawa seorang hamba, kematiannya, kebahagiaannya, kesengsaraannya, kesejahteraannya, dan penderitaannya, semuanya milik-Nya, Maha Suci Allah, dan seorang hamba tidak mempunyai apa pun darinya. Jika hamba itu beriman bahwa ubun-ubunnya dan ubun-ubun para hamba semuanya ada di tangan Allah saja, Allah mengaturnya sesuai dengan kehendak-Nya, maka setelah itu dia tidak akan takut, tidak berharap, dan tidak menaruh harapan pada keduanya, tidak menurunkan mereka pada kedudukan sebagai pemilik, dan tidak pula melekatkan angan-angan dan harapannya kepada mereka, maka tegaklah tauhid, tawakal, dan penghambaannya kepada Allah Ta’ala. (Fikih Doa dan Zikir: 3/187)

Ucapan beliau: “Sesuai dengan keputusanmu,” artinya: berlaku dalam keputusanMu.

Ucapan beliau: “adil ketetapan-Mu atasku”; Yaitu : Apapun yang Engkau perintahkan kepadaku adalah adil. Karena adil adalah sifatMu, dan ketidakadilan tidak mungkin terjadi bagi-Mu. Keadilan: menempatkan sesuatu pada tempatnya, dan ketidakadilan adalah kebalikannya.

“Allah telah menegaskan bahwa segala keputusan-Nya terhadap hamba-Nya adalah adil. Oleh karena itu dikatakan: Setiap nikmat dari-Nya adalah karunia, dan setiap laknat dari-Nya adalah keadilan, dikatakan: Aku menaatiMu dengan rahmat dan karuniaMu, aku mendurhakaiMu dengan ilmuMu - atau dengan keadilanMu - dan hujah bagiMu, maka aku mohon dengan menjadikan hujahMu terhadapku wajib dan hujahku terputus, kecuali apa yang telah Engkau ampuni aku.” [Majmu' al-Fatawa (18/140)

“Adil ketetapan-Mu atasku,” artinya: Allah tidak mengatur sisi-sisi itu kecuali dengan keadilan, kebijaksanaan, kebaikan, dan kasih sayang. Allah tidak menzalimi pemiliknya, tidak menghukum mereka atas apa yang tidak mereka lakukan, dan tidak menghilangkan amal-amal shaleh yang mereka kerjakan. Sebab Allah Ta’ala perkataan dan perbuatanNya berada di jalan yang lurus. Allah mengucapkan kebenaran, melakukan kebaikan dan petunjuk. Syifa’ Al-Alil (2/ 362)

Ucapan beliau: “adil ketetapan-Mu atasku” mencakup seluruh ketetapan-Nya mengenai hamba-Nya dalam segala hal; Sehat dan sakit, kaya dan miskin, senang dan susah, hidup dan mati, hukuman dan ampunan, dan seterusnya.

Sebagian Salaf mengatakan: “Siapa yang lebih berilmu tentang Allah, maka ia lebih bertakwa kepada-Nya.” Oleh karena itu, hal yang paling besar untuk mengusir kekhawatiran, kesedihan, dan kesusahan adalah ketika seorang hamba mengenal Tuhannya, mengisi hatinya dengan ilmu tentang Allah. Mengisi hatinya dengan makrifahNya, berdoa kepada-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, oleh karena itu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “aku mohon kepada-Mu dengan perantara semua nama milik-Mu yang Engkau namakan sendiri, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau ajarkan kepada seseorang dari hamba-Mu, atau Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib disisi-Mu” Ini adalah permohonan kepada Allah dengan segala nama-Nya, baik hamba itu mengetahuinya atau tidak mengetahuinya, dan ini adalah sarana yang paling dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Fikih Doa dan Zikir: 3/188)

Ucapan beliau: “aku mohon kepada-Mu,” dst, adalah awal doa setelah menunjukkan kerendahan hati dan ketundukan, ini termasuk etika orang yang meminta, dan keadaan ini lebih dekat dikabulkannya permintaan.

Ucapan beliau: “dengan perantara semua nama milik-Mu” waspadalah terhadap apa pun selain nama Allah. Karena ketika meminta kepada Allah dengan setiap nama, yang umum untuk semua nama, keluar semua nama selain Allah dengan ucapan beliau: “milik-Mu.” Karena meminta kepada selain Allah tentang sesuatu yang tidak sanggup dilakukan kecuali hanya Allah itu dilarang.

Ucapan beliau: “Engkau namakan sendiri” merupakan bukti bahwa Allah Ta’ala menyebut diri-Nya dengan nama yang tidak diciptakan oleh manusia. (Jami’ al-Mas’il, karya Ibnu Taimiyah: 9/128)

“atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau ajarkan kepada seseorang dari hamba-Mu,” artinya: dari para nabi dan malaikat, “atau Engkau rahasiakan ,” artinya: atau Engkau khususkan diriMu dalam ilmu gaib. Sehingga hanya Engkau yang mengetahuinya, dan tidak ada orang lain yang mengetahuinya.

Ucapan beliau: “Jadikanlah Al Qur’an sebagai penawar hatiku, cahaya dalam dadaku”: Penawar; hujan yang menghidupkan bumi; Allah mengibaratkan Al-Quran dengan air untuk kehidupan hati, demikian pula Allah mengibaratkannya dengan hujan, Dia mengkombinasikan air yang memberi kehidupan dan cahaya yang memberi penerangan dan pancaran cahaya agar hatinya diterangi oleh sumber Al-Qur'an dan menerangi dadanya dengan itu, sehingga menyatu baginya kehidupan dan cahaya. 

Allah Ta’ala berfirman:

{أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا} [الأنعام: 122]

{Apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, seperti orang yang berada dalam kegelapan sehingga dia tidak dapat keluar dari sana?} [Al-An'am: 122]

Karena kesedihan, kekhawatiran, dan kesusahan bertentangan dengan kehidupan dan pencerahan hati; Dia meminta agar kepergiannya disertai Al-Qur'an. Kemungkinan besar dia tidak akan kembali, tetapi jika dia pergi tanpa Al-Qur’an, seperti kesehatan, kehidupan duniawi, kedudukan, istri, atau anak; sesungguhnya dia kembali dengan membawa barang hilang. (Al-Fawaid, oleh Ibnu Al-Qayyim, hal. 37)

Baru...Ensiklopedia Mukjizat Al-Quran & As-Sunnah 

Pada akhirnya, ucapan beliau; “melainkan Allah menghilangkan kekhawatiran dan kesedihannya, dan menggantinya dengan kegembiraan.”

Bagikan artikel ini kepada teman, rekan dan orang yang kamu cintai dan bimbing mereka menuju kebaikan.

Artikel terkait

2024/03/31
607

Begini Munajatnya Nabi ﷺ di tengah malam

Apa yang diucapkan Nabi kala bermunajat di tengah malam, simak selengkapnya

ellipse
loading

Dengan aplikasi Al-Mosaly, Ketahui masjid terdekat, di mana pun Anda berada, dengan sangat akurat.

Unduh sekarang

Pemrograman Madar © 2022 Semua hak dilindungi undang-undang bagi pemrograman Madar