Unduh AlMosaly Sekarang
Artikel Almosaly >> 10 Hari Pertama Zulhijah

Renungan Al-Qur’an dalam Cahaya Dzulhijjah

Renungan Al-Qur’an dalam Cahaya Dzulhijjah
2025/06/02
79

**(وَلَيَالٍ عَشْرٍ): Renungan Al-Qur’an dalam Cahaya Dzulhijjah**

Allah Ta’ala memulai Surah Al-Fajr dengan sumpah yang agung terhadap waktu-waktu yang diberkahi, yang menunjukkan kemuliaan dan keutamaan waktu-waktu tersebut. Allah bersumpah dengan waktu fajar dan sepuluh malam yang merupakan hari-hari terbaik di dunia, sebagai isyarat atas besarnya ketaatan dan keberkahan yang terjadi padanya.

Allah Ta’ala berfirman: **(Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil)** [Al-Fajr: 1–3]

Fajar yang Spesial

Ibnu Qayyim dalam menafsirkan firman Allah (وَالْفَجْرِ) berkata: Jika yang dimaksud adalah fajar tertentu, maka itu adalah fajar hari Nahr (hari penyembelihan) dan malam sebelumnya, yaitu malam Arafah. Malam itu merupakan salah satu malam terbaik dalam setahun. Tidak pernah terlihat setan lebih terhina, lebih kecil, dan lebih marah dibandingkan malam tersebut.

Adapun fajar itu adalah fajar hari Nahr, yang merupakan hari terbaik di sisi Allah. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ: **"Hari yang paling utama di sisi Allah adalah hari Nahr"** [HR. Abu Dawud no. 1765, dinyatakan shahih oleh Al-Arna’uth].

Hari itu adalah hari terakhir dari sepuluh Dzulhijjah, hari Haji Akbar, hari ketika juru panggilan Rasulullah ﷺ menyerukan: **“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.”** [At-Taubah: 3] Dan bahwa tidak boleh lagi orang musyrik berhaji setelah tahun itu, serta tidak boleh lagi thawaf dalam keadaan telanjang.

Peristiwa Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu

Abu Hurairah berkata: *"Abu Bakar mengutusku dalam rombongan para muadzin pada musim haji itu, untuk menyerukan di Mina pada hari Nahr: ‘Setelah tahun ini, tidak ada lagi orang musyrik yang berhaji, dan tidak boleh lagi thawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang.’*

*Humayd bin Abdurrahman berkata: Kemudian Rasulullah ﷺ mengutus Ali dan memerintahkannya untuk menyerukan Surah Bara’ah. Abu Hurairah berkata: Maka Ali pun menyerukan bersama kami kepada penduduk Mina pada hari Nahr: ‘Setelah tahun ini, tidak ada lagi orang musyrik yang berhaji, dan tidak boleh thawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang.’”* [HR. Bukhari no. 369 dan Muslim no. 1347]

Sepuluh Malam yang Diketahui

Adapun firman Allah: **(وَلَيَالٍ عَشْرٍ)** adalah sumpah atas sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Ibnu Jarir menyebutkan adanya ijma’ dari para ahli tafsir bahwa maksudnya adalah sepuluh hari Dzulhijjah.

Ibnu Rajab dalam *Lathā’if al-Ma‘ārif* berkata: *Inilah pendapat yang benar menurut mayoritas mufassir dari kalangan salaf maupun selain mereka.*

Dalam *Irsyād al-‘Aql as-Salīm* disebutkan: *Ia adalah malam-malam yang sudah dikenal oleh para pendengar, yang disebutkan dengan sifat “sepuluh”. Karena telah disebut jumlahnya, maka jelas bahwa itu adalah sepuluh malam berturut-turut.*

Malam-Malam Khusus dengan Keutamaan Tertentu

Az-Zamakhsyari dalam tafsirnya mengatakan: *Kata “malam” dalam (وَلَيَالٍ عَشْرٍ) disebut dalam bentuk nakirah karena menunjukkan keagungan dan kedahsyatan. Tidak digunakan alif-lam ma‘rifah meskipun malam itu diketahui, karena bila disebut ma‘rifah maka masih perlu penjelasan luar untuk menunjukkan keistimewaannya. Sedangkan bentuk nakirah sudah cukup menunjukkan keutamaannya.*

Pengkhususan Dua Hari untuk Ditekankan

Ibnu ‘Asyur dalam tafsirnya mengatakan tentang firman Allah: **(وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ)**: Yang dimaksud dengan “ganjil” adalah hari Arafah (9 Dzulhijjah), dan “genap” adalah hari Nahr (10 Dzulhijjah). Keduanya adalah sifat dari hari-hari tertentu, dan penyebutannya setelah “sepuluh malam” bertujuan menekankan pentingnya dua hari tersebut.

Ibnu Rajab dalam *Lathā’if al-Ma‘ārif* berkata: *Telah disebut banyak pendapat tentang makna “ganjil” dan “genap”, dan mayoritas pendapat kembali kepada bahwa sepuluh hari itu mencakup hari ganjil dan genap.*

Ibnu Qayyim dalam *At-Tibyān fī Aqsām al-Qur’ān* mengatakan: *Allah menyebutkan dalam sumpah-Nya “ganjil” dan “genap”, karena di antara syiar-syiar agung itu ada yang ganjil dan ada yang genap dalam waktu, tempat, maupun amalan.*

Mengapa Allah Bersumpah dengan Waktu-Waktu Ini?

As-Sa‘di dalam tafsirnya mengatakan: *Di antara hari-hari Dzulhijjah terdapat hari Arafah, hari di mana Allah mengampuni para hamba-Nya dengan ampunan yang membuat setan merasa hina. Tidak ada hari ketika setan terlihat lebih hina dan terhina selain hari Arafah, karena ia melihat para malaikat turun dan rahmat Allah yang melimpah kepada hamba-Nya.*

Ibnu Qayyim berkata: *Waktu yang mengandung amalan-amalan besar semacam ini memang layak dijadikan objek sumpah oleh Allah.*

Ibnu ‘Asyur dalam *At-Tahrir wa At-Tanwir* menyatakan: *Sumpah atas waktu-waktu ini karena sebagian dari waktu tersebut menjadi tanda kekuasaan dan keindahan ciptaan Allah, seperti waktu fajar yang menggabungkan antara akhir kegelapan malam dan awal terang siang. Begitu pula malam-malam yang sempurna gelapnya, merupakan waktu-waktu istimewa untuk beribadah kepada Allah.*

Penutup

Waktu-waktu yang Allah bersumpah dengannya dalam Al-Qur’an adalah bukti atas kemuliaan dan keutamaannya di sisi Allah. Karena di dalamnya terdapat musim-musim ketaatan dan ladang pahala yang luas. Maka, sudah sepantasnya seorang hamba memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, memperbanyak amal saleh di dalamnya, dengan harapan mendapatkan ridha dan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mencari

Paling banyak terjual

Artikel terkait

ellipse
loading

Dengan aplikasi Al-Mosaly, Ketahui masjid terdekat, di mana pun Anda berada, dengan sangat akurat.

Unduh sekarang

Pemrograman Madar © 2025 Semua hak dilindungi undang-undang bagi pemrograman Madar

Powered by Madar Software